Dalam pelaksanaan suatu konstruksi bangunan sering terdapat
kegagalankegagalan
akibat kerusakan-kerusakan yang terjadi pada struktur atau
bahagianbahagian
struktur pada waktu tahap pelaksanaannya maupun setelah
selesai
dikerjakan. Kejadian ini antara lain disebabkan oleh
adanya faktor-faktor yang
sebelumnya tidak diperhitungkan misalnya kesalahan dalam
perencanaan dan
pelaksanaan serta adanya pelampauan beban akibat perubahan
fungsi dari
bangunan.
Dalam perencanaan suatu struktur bangunan biasanya
didahului dengan
membuat beberapa asumsi-asumsi misalnya besaran gaya-gaya
yang bekerja
dan mutu bahan yang akan digunakan yang pada akhimya
syclus perencanaan
harus diuji kebenarannya. Pembuktian asumsi-asumsi yang
dibuat mebutuhkan
pengujian-pengujian dan percobaan-percobaan yang dapat
berupa Quality
Control dan Quality Assurance. Walaupun telah didahului
oleh Quality Control dan
quality Assurance yang terencana sering terjadi bahwa
hasil akhir mutu bahan
yang dilaksanakan masih tetap berada dibawah kwalitas yang
diinginkan. Hal ini
dapat terjadi karena kesalahan dalam pelaksanaan/perencanaan,
penurunan
kinerja struktur yang sudah berdiri (struktur eksisting)
dan apa yang disebut
dengan pengaruh skala (scale etfecs) .
Kwalitas produk dalam skala besar, misalnya untuk beton
yang akan
digunakan dalam pembuatan suatu bangunan yang diproduksi
secara besar
besaran dicoba diramalkan berdasarkan kwalitas bahwa tes
yang diacu dalam
skala kecil dilaboratorium (test kubus) sewaktu
melaksanakan perencanaan
campuran teton (mixed design).
Penyimpangan kwalitas akhir misalnya pada struktur yang
menggunakan
beton sebagai materialnya dapat menyebabkan terjadinya
retakan-retakan pada
sebahagian atau keseluruhan dari struktur bangunan. Jika
penyimpangan
kwalitas akhir ini dijumpai pada pelaksanaan suatu
bangunan ada dua alternatif
yang dapat diambil dalam penanggulangannya.
Pertama mengganti sebahagian atau keseluruhan struktur
yang tidak
memenuhi persyaratan dan yang kedua mengadakan penelitian
secara
menyeluruh tentang kekuatan dan kekakuan konstruksi untuk
kemudian memberi
rekomendasi terhadap penggunaan tats ruang perkuatan
konstruksi tersebut.
Untuk mendapatkan informasi tentang kekhawatiran mengenai
tingkat
keamanan struktur dari suatu komponen bangunan ataupun
bangunan secara
keseluruhan akibat adanya faktor-faktor yang tidak
diperhitungkan sebelumnya
diperlukan pengujian-pengujian.
Ada beberapa bentuk metode pengujian yang dapat digunakan
diantaranya pengujian-pengujian setempat yang bersifat
tidak merusak seperti
pengujian ultrasonik dan hammer serta bersifat setengah
merusak ataupun
merusak secara keseluruhan komponen-komponen bangunan yang
diuji berupa
pengujian pembebanan (Load Test). Dasar-dasar dan
tahapan-tahapan yang
dilakukan dalam pengujian struktur eksisting yang umum
ditarapkan dapat
dikemukakan secara ringkas pada uraian berikut ini.
DASAR-DASAR PENGUJIAN STRUKTUR
1. Kesalahan perencanaan/pelaksanaan.
a. Hasil pengamatan lapangan dimana terlihat adanya
retak-retak atau
lendutan yang berlebihan pada bagian-bagian struktur.
b. Sifat material yang diuji selama pelaksanaan
pembangunan struktur, yang
menunjukkan hasil-hasil yang tidak memenuhi syarat baik
dari segi
kekuatan maupun durabilitas (sifat kekedapan terhadap air
yang
disyaratkan untuk bangunan seperti kolam renang).
c. Hasil Perhitungan (dengan memakai kekuatan material
yang aktual) yang
menunjukkan adanya penurunan kapasitas kekuatan struktur
atau
komponen-komponen struktur
2. Penurunan kinerja struktur eksisting yang diakibatkan
oleh:
a. Adanya pelapukan material pada struktur karena usianya
yang sudah tua,
atau karena serangan zat-zat kimiawi tertentu yang merusak
(seperti jenisjenis
senyawa asam).
b. Adanya kerusakan pada struktur atau bagian-bagian
struktur karena bencana
kebakaran atau gempa atau karena struktur mengalami
pembebanan
tambahan akibat adanya ledakan disekitar struktur ataupun
beban lainnya
yang tidak direncanakan.
c. Rencana pembebanan tambahan pada struktur karena adanya
:
- Perubahan fungsi / penggunaan struktur.
- Penambahan tingkat (pengembangan struktur).
d. Syarat untuk proses jual beli atau asuransi suatu
struktur bangunan. Untuk
hal ini biasanya cukup dilakukan penyelidikan secara
visual kecuali jika ada
tanda.tanda yang mencurigakan pada struktur.
TAHAPAN DALAM PENGUJIAN STRUKTUR
1. Tahapan Perencanaan
Tahapan ini mencakup pendefinisian masalah, pemilihan
jenis test yang
akan dilakukan yang tentunya sesuai dengan masalah yang
dihadapi, penentuan
banyaknya pengujian yang akan dilakukan, dalam pemilihan
lokasi pengujian
pada struktur/komponen struktur yang tentunya diharapkan
dapat mewakili
kondisi struktur yang sebenamya. Tahapan-tahapan yang
umumnya lakukan
pada tahap perencanaan ini dapat diuraikan sebagai berikut
ini:
a. Penyelidikan visual.
Pengamatan Visual diperlukan sebagai tahapan awal untuk
mendefinisikan
permasalahan yang ada dilapangan. Dari pengamatan visual
ini bisa
didapatkan imformasi mengenai tingkat layanan (service
ability) dari
komponen struktur (seperti lendutan), baik tidaknya
pengerjaan pada saat
pembangunan struktur/ komponen struktur (misalnya ada
bagian keropos dan
"honeycombing" pada beton) material (misal
pelapukan beton) maupun
tingkat struktural (seperti retak-retak akibat lenturan
pada struktur beton).
Untuk tahapan ini diperlukan adanya tenaga ahli yang
terlatih yang dapat
mendeteksi hal-hal yang tidak normal yang terjadi pada
struktur dan dapat
membedakan jenis-jenis kerusakan yang terjadi dan
penyebabnya.
Sebagai contoh tenaga ahli tersebut harus mampu membedakan
jenis-jenis
retak yang mungkin terjadi pada struktur beton. Sementara
itu jenis
pengujian lain yang tersedia seperti pengambilan sample
core dari struktur
baton yang kemudian dilanjutkan dengan pengujian tekan
dapat ssss
ililloririasi yang lebih akurat mengenai kuat tekan beton.
Jadi, tingkat
keandalan hasil pengujian core tersebut tergolong tinggi.
Namun, cara ini
membutuhkan biaya yang sangat tinggi yang memerlukan waktu
pengerjaan
yang lebih lama. Selain itu, cara ini juga menimbulkan
kerusakan pada
struktur. Jadi bisa dilihat disini bahwa sebagai langkah
awal dalam memilih
jenis pengujian yang paling sesuai dengan situasi dan
kondisi yang ada perlu
disusun terlebih dahulu tingkat prioritas dari hal-hal
yang akan dijadikan
sebagai dasar pemilihan. Namun perlu diperhatikan, bahwa
biasanya tingkat
akurasi hasil pengukuran merupakan kriteria yang paling
penting dalam
pemilihan jenis pengujian.
Biasanya untuk mengatasi kelemahan yang ada dari
pengujian-pengujian
yang disebabkan pada ilustrasi diatas, dapat dilakukan
penggabungan
beberapa jenis pengujian. Sebagai contoh, karena dapat
memberikan hasil
yang akurat, pengujian core dapat digunakan untuk
mengkalibrasi hasil
pengujian ultrasonik dan hammer. Karena sifatnya yang
hanya sebagai
mengkalibrasi, jumlah core yang diperlukan dapat
diperkecil, sehingga
kerusakan yang timbul pun dapat diminimkan.
Untuk dapat membedakan jenis-jenis retak tersebut beserta
penyebabnya,
perlu dilakukan penyelidikan yang mendalam mengenai pola
retak yang
terjadi. Dari penyelidikan tersebut bisa didapat
dugaan-dugaan awal
mengenai penyebab retak.
b. Pemilihan Jenis Pengujian.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis
pengujian struktur
terdiri atas :
- Tingkat kerusakan struktur yang diizinkan terjadi.
- Waktu penge~aan
- Tingkat keandalan hasil pengujian
- Jenis permasalahan yang dihadapi.
Kemungkinan besar jenis pengujian yang tersedia tidak
dapat memenuhi
semua hal diatas secara optimal, sehingga diperlukan suatu
kompromi.
Sebagai ilustrasi disampaikan disini bahwa metoda-metoda
pengujian beton
yang sifatnya tidak merusak (seperti ultrasonik dan hammer
test yang dapat
digunakan untuk mengetahui kuat tekan beton pad a
struktur) biasanya
merupakan bentuk pengujian yang sangat sederhana, cepat
dan murah.
Namun, tingkat kesulitan dalam mengkalibrasi hasil
pengujian untuk proses
interpretasi parameter kuat tekan tergolong tinggi.
Disamping itu, jika
kalibrasi ini tidak dilakukan secara baik dan benar,
tingkat keandalan hasil
pengujian dengan menggunakan alaI-alaI tersebut akan
menjadi rendah.
c. Jumlah dan Lokasi Pengujian.
Penentuan jumlah mengujian yang dibutuhkan ditentukan oleh
:
- Tingkat akurasi yang ditentukan (hubungannya dengan
statistik).
- Tingkat kesulitan pengujian/pengambilan sample
- Biaya yang dibutuhkan
- Tingkat kerusakan.
Sebagai contoh, untuk pengujian hammer, untuk mengetahui
kuat tekan
beton dengan tingkat akurasi yang tinggi, diperlukan
pengujian minimal 10
titik didekitar lokasi yang diuji pada struktur atau
komponen struktur beton.
Untuk jenis-jenis pengujian yang tidak merusak, karena
kecepatan
pelaksanaannya, biasanya dapat dilakukan dalam jumlah yang
besar yang
lokasinya dapat disebaran sehingga mencakupi semua daerah
dari komponen
struktur yang akan diuji.
2. Tahapan Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan pertu diperhatikan tingkat
kesulitan dalam
mencapai lokasi-lokasi yang telah ditentukan sebagai
lokasi pengujian. Jika
diperlukan, sistem perancah dapat digunakan, namun
sistemnya harus
direncanakan dan dipersiapkan dengan baik. Penanganan
peralatan pengujian
harus dilakukan dengan baik selama pelaksanaan.
Demikian juga dengan keselamatan tenaga pelaksana harus
diperhatikan (tenaga
pekerja perlu dilengkapi dengan peralatan keselamatan
seperti "hard har. tali
pengikat dan lain-lain). Perlu juga diperhatikan pada saat pelaksanaan, pengaruh
gangguan yang
mungkin timbul dari pengujian tersebut terhadap
gedung-gedung/strukturstruktur
disekitas lokasi struktur yang akan diuji.
3. Tahapan Interpretasi
Tahap interpretasi dapat dibagi menjadi tiga tahapan yang
berbeda :
a. Peninjauan mengenai kekuatan bahan.
b. Kalibrasi
c. Analisa / Perhitungan.
METODE HAMMER TEST
UMUM
Hammer test yaitu suatu alat pemeriksaan mutu beton tanpa
merusak
beton. Disamping itu dengan menggunakan metode ini akan
diperoleh cukup
banyak data dalam waktu yang relatif singkat dengan biaya
yang murah.
Metode pengujian ini dilakukan dengan memberikan beban
intact
(tumbukan) pada permukaan beton dengan menggunakan suatu massa yang
diaktifkan dengan menggunakan energi yang besarnya
tertentu. Jarak pantulan
yang timbul dari massa
tersebut pada saat terjadi tumbukan dengan permukaan
beton benda uji dapat memberikan indikasi kekerasan juga
setelah dikalibrasi,
dapat memberikan pengujian ini adalah jenis
"Hammer". Alat ini sangat berguna
untuk mengetahui keseragaman material beton pada struktur.
Karena
kesederhanaannya, pengujian dengan menggunakan alat ini
sangat cepat,
sehingga dapat mencakup area pengujian yang luas dalam
waktu yang singkat.
Alat ini sangat peka terhadap variasi yang ada pada
permukaan beton, misalnya
keberadaan partikel batu pada bagian-bagian tertentu dekat
permukaan.
Oleh karena itu, diperlukan pengambilan beberapa kali
pengukuran
disekitar setiap lokasi pengukuran, yang hasilnya kemudian
dirata-ratakan
British Standards (BS) mengisyaratkan pengambilan antara 9
sampai 25 kali
pengukuran untuk setiap daerah pengujian seluas maksimum
300 mm2.
Secara umum alat ini bisa digunakan untuk:
- Memeriksa keseragaman kwalitas beton pada struktur.
- Mendapatkan perkiraan kuat tekan beton.
2. SPESIFIKASI
Spesifikasi mengenai penggunaan alat ini bisa dilihat pada
BS4408 pt. 4 atau
ASTM G80S-89.
a. Kelebihan dan kekurangan "Hammer test".
Kelebihan :
- Murah
- Pengukuran bisa dilakukan dengan cepat
- Praktis (mudah digunakan).
- Tidak merusak
Kekurangan :
- Hasil pengujian dipengaruhi oleh kerataan permukaan,
kelembaban beton, sifatsifat
dan jenis agregat kasar, derajad karbonisasi dan umur
beton. Oleh karena
itu perlu diingat bahwa beton yang akan diuji haruslah dari
jenis dan kondisi
yang sama.
- Sulit mengkalibrasi hasil pengujian.
- Tingkat keandalannya rendah.
- Hanya memberikan imformasi mengenai karakteristik beton
pada permukaan
b. Kalibrasi.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, banyak sekali variabel
yang
berpengaruh terhadap hasil pengukuran dengan menggunakan
peralatan
hammer. Oleh karena itu sangat sulit untuk mendapatkan
diagram kalibrasi yang
bersifat umum yang dapat menghubungkan parameter tegangan
beton sebagai
fungsi dari pada jumlah skala pemantulan hammer dan dapat
diaplikasikan untuk
sembarang beton.
Jadi dengan kata lain diagram kalibrasi sebaiknya berbeda
untuk setiap
jenis campuran beton yang berbeda. Oleh karena itu setiap
jenis beton yang
berbeda, perlu diturunkan diagram kalibrasi tersebut perlu
dilakukan pengujian
tekan sample hasil coring untuk setiap jenis beton yang
berbeda dari struktur
yang sedang ditinjau. Hasil uji coring tersebut kemudian
dijadikan sebagai
konstanta untuk mengkalibrasikan bacaan yang didapat dari
peralatan hammer
tersebut.
Perlu diberi catatan disini bahwa penggunaan diagram
kalibrasi yang
dibuat oleh produsen alat uji hammer sebagainya
dihindarkan, karena diagram
kalibrasi tersebut diturunkan atas dasar pengujian beton
dengan jenis dan ukuran
agregat tertentu,
bentuk benda uji yang tertentu dan kondisii test yang tertentu
3. PERSIAPAN DAN TATA CARA PENGUJIAN
1. Persiapan.
a. Menyusun rencana jadwal pengujian, mempersiapkan
peralatan-peralatan
serta perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan.
b. Mencari data dan informasi termasuk diantaranya data
tentang letak detail
konstruksi, tata ruang dan mutu bahan konstruksi selama
pelaksanaan
bangunan berlangsung.
c. Menentukan titik test.
d. Titik test untuk kolom diambil sebanyak 5 (lima) titik,
masing-masing titik test
terdiri dari 8 (delapan) titik tembak, untuk balok diambil
sebanyak 3 (tiga)
titik test masing-masing titik terdiri dari 5 (lima) titik tembak sedang
pelat
lantai diambil sebanyak 5 (lima)
titik test masing-masing terdiri dari 5 (lima)
titik tembak.
2. Tata Cara Pengujian.
a. Sentuhan ujung plunger yang terdapat pada ujung alat
hammer test pada
titik-titik yang akan ditembak dengan memegang hammer
sedemikian rupa
dengan arah tegak lurus atau miring bidang permukaan beton
yang akan
ditest.
b. Plunger ditekan secara periahan-lahan pada titik tembak
dengan tetap
menjaga kestabilan arah dari alat hammer. Pada saat ujung
plunger akan
lenyap masuk kesarangnya akan terjadi tembakan oleh
plunger terhadap
beton, dan tekan tombol yang terdapat dekat pangkal
hammer.
c. Lakukan pengetesan terhadap masing-masing titik tembak
yang telah
ditetapkan semula dengan cara yang sama.
d. Tarik garis vertikal dari nilai pantul yang dibaca pada
grafik 1 yaitu hubungan
antara nilai pantul dengan kekuatan tekan beton yang
terdapat pada alat
hammer sehingga memotong kurva yang sesuai dengan sudut
tembak
hammer.
e. Besar kekuatan tekan beton yang ditest dapat dibaca
pada sumbu vertikal
yaitu hasil perpotongan garis horizontal dengan sumbu
vertikal.
Oleh karena itu mutu beton yang dinyatakan dengan kekuatan
karakteristik α
bk
didasarkan atas kekuatan tekan beton yang diperoleh pada
saat pengetesan
dilaksanakan perlu
dikonversi menjadi kekuatan tekan beton umur 28 hari.
METODE UJI PEMBEBANAN (LOAD TEST)
1. UMUM.
Uji pembebanan (load test) adalah merupakan suatu metode
pengujian
yang bersifat setengah merusak atau merusak secara
keseluruhan komponenkomponen
bangunan yang diuji. Pengujian yang dimaksud dapat
dilakukan
dengan beberapa metode salah satu diantaranya adalah
metode uji beban (Load
Test).
Tujuan load test pada dasarnya adalah untuk membuktikan
bahwa tingkat
keamanan suatu struktur atau bagian struktur sudah
memenuhi persyaratan
peraturan bangunan yang ada, yang tujuannya untuk menjamin
keselamatan
umum. Oleh karena itu biasanya load test hanya dipusatkan
pada bagian-bagian
struktur yang dicurigai tidak memenuhi persyaratan tingkat
keamanan
berdasarkan data-data hasil pengujian material dan hasil
pengamatan.
2. PEMAKAIAN UJI PEMBEBANAN.
Uji pembebanan biasanya perlu dilakukan untuk
kondisi-kondisi seperti
berikut ini:
a. Perhitungan analistis tidak memungkinkan untuk
dilakukan karena
keterbatasan imformasi mengenai detail dan geometri
struktur.
b. Kinerja struktur yang sudah menurun karena adanya
penurunan kwalitas
bahan, akibat serangan zat kimia, ataupun karena adanya
kerusakan flsik
yang dialami bagian-bagian struktur,akibat kebakaran,
gempa, pembebanan
yang berlebihan dan lain-lain.
c. Tingkat keamanan struktur yang rendah akibat jeleknya
kwalitas pelaksanaan
ataupun akibat adanya kesalahan pada perencanaan yang
sebelumnya tidak
terdeteksi.
d. Struktur direncanakan dengan metode-metode yang
non-stardard, sehingga
menimbulkan kekhawatiran mengenai tingkat keamanan
struktur tersebut.
e. Perubahan fungsi struktur, sehingga menimbulkan
pembebanan tambahan
yang belum diperhitungkan dalam perencanaan.
f. Diperlukannya pembuktian mengenai kinenja suatu struktur
yang baru saja di
renovasi.
3. JENIS-JENIS LOAD TEST
Uji pembebanan dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu :
a. Pengujian ditempat (in.situ) yang biasanya bersifat
non-destructive.
b. Pengujian bagian-bagian struktur yang diambil dari
struktur utamanya.
Pengujian biasanya dilakukan dilaboratorium dan sifat
merusak.
Pemilihan jenis uji pembebanan ini tergantung pad a
situasi dan kondisi
tetapi biasanya cara kedua dipilih jika cara pertama tidak
peraktis (tidak
mungkin) untuk dilaksanakan. Selain itu pemilihan jenis
pengujian bergantung
pada tujuan diadakannya load test. Kalau tujuannya hanya
ingin mengetahui
tingkat layanan struktur, maka pilihan pertama tentunya
yang paling baik. Tetapi
ingin mengetahu kekuatan batas dari suatu bagian struktur,
yang nantinya akan
digunakan sebagai kalibrasi untuk bagian-bagian struktur
lainnya yang
mempunyai kondisi yang sama, maka cara kedualah yang
pilih.
3. 1. Pengujian Pembebanan di tempat (In-Situ Load test).
Tujuan utama dari pembebanan ini adalah untuk memperhatikan
apakah
prilaku suatu struktur pada saat diberi beban kerja
(working load) memenuhi
persyaratan banguan yang ada yang pada dasarnya dibuat
agar keamanan
masyarakat umum terjamin. Prilaku struktur tersebut
dinilai berdasarkan
pengukuran lendutan yang terjadi. Selain itu penampakan
struktur pada saat
retak-retak yang terjadi selama pengujian masih dalam
batas-batas yang wajar.
Beberapa hal yang patut menjadi perhatian dalam
pelaksanaan loading test akan
diberikan dalam uraian berikut ini.
a. Persiapan dan Tata Cara Pengujian.
ACI-318’89 mengisyaratkan bahwa uji pembebanan hanya bisa
dilakukan jika
struktur beton berumur lebih dari 56 hari. Pemilihan
bagian struktur yang
akan diuji dilakukan dengan mempertimbangkan :
a. Permasalahan yang ada
b. Tingkat keutamaan bagian struktur yang akan diuji.
c. Kemudahan pelaksanaan.
Bagian struktur yang akan memikul bagian struktur yang
akan diuji dan
beban ujinya juga harus dipertimbangkan/dilihat apakah
kondisinya baik dan
kuat Selain itu "scaffolding" juga harus
dipersiapkan untuk mengantisipasi
beban-beban yang timbul jika terjadi keruntuhan bagian
struktur yang diuji.
Beban pengujian harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga bagian
struktur yang dimaksud benar-benar mendapatkan beban yang
sesuai dengan
yang direncanakan. Hal ini kadang kala sulit direncanakan,
terutama untuk
pengujian struktur lantai. Hal ini dikarenakan adanya
keterkaitan antara
bagian struktur yang diuji dengan bagian struktur lain
yang ada disekitarnya.
Sehingga Timbul apa yang disebut pengaruh pembagian
pembebanan ("Load
sharing effect"). Pengaruh ini juga bisa ditimbulkan
oleh elemen-elemen nonstruktual
yang menempel pada lagian struktur yang akan diuji,
sebagai
contoh "ceiling board", Elemen non struktural
ini dapat berfungsi
mendistribusikan beban pada komponen-komponen struktur
dibawahnya yang
sebenarnya tidak saling berhubungan. Untuk menghindari
terjadinya distribusi
beban yang akan diinginkan maka bagian struktur yang akan
diuji sebaiknya
diisolasikan dari bagian struktur yang ada disekitarnya.
© 2003 Digitized by USU digital library 8
ACI-318- ’ 89 mengisyaratkan bahwa besamya beban yang
harus
diaplikasikan selama .load test" (termasuk beban mati
yang sudah ada pada
struktur) adalah :
Beban total = 0,85 (1,4D + 1,7 L)
Dimana : D = beban mati
L = benda hidup (termasuk faktor reduksinya)
Beban mati harus diaplikasikan 48 jam sebelum "load
test" dimulai. Sebelum
beban diterapkan, terlebih dahulu dilakukan pembacaan
lendutan awal yang
nantinya dijadikan sebagai acuan untuk pembacaan lendutan
setelah
penerapan beban. Pembebanan harus dilakukan secara
bertahap dan
perlahan-lahan, sehingga tidak menimbulkan beban kejutan
pede struktur.
Setelah beban-beban yang direncanakan berada pada struktur
yang diuji
selama 24 jam, pembacaan lendutan bisa dilakukan. Setelah
pembacaan
beban bisa dilepaskan dari struktur. Dua puluh empat jam
setelah itu
pembacaan lendutan dilakukan kembali.
Kriteria umum yang harus dipenuhi dari hasil load test ini
adalah struktur
tidak boleh memperlihatkan tanda-tanda keruntuhan seperti
terbentuknya
retak-retak yang berlebihan atau menjadi lendutan yang
melebihi persyaratan
keamanan yang telah ditetapkan dalam peraturan-peraturan
bangunan.
Sebagai contoh, ACI mensyaratkan bahwa untuk balok/lantai
diatas tumpuan:
L2
δ maks <
20000 h
dimana, δ maks = lendutan maksimum yang terjadi, inch
L = Panjang bentang, inch
h = Tinggi penampang
Persyaratan lendutan diatas bisa dilanggar tapi dengan
syarat lendutan yang
terjadi setelah beban-beban bekerja yang dilepaskan
haruslah lebih kecil dari
25 % δ maks.
Jika struktur gagal dalam "load test", maka :
Struktur tidak boleh digunakan sama sekali jika sudah
terjadi tanda-tanda
kerusakan struktural yang fatal).
Struktur masih bisa digunakan, tapi dengan pembatasan
beban-beban yang
bekerja sehingga sesuai dengan kekuatan struktur yang
sebenarnya. Jadi
disini fungsi struktur dikurangi
b. Teknik Pembebanan.
Pembebanan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga laju
distribusi
pembebanan dapat dikontrol (gambar 1). Beban yang bisa
digunakan
diantaranya air, bata/batako, kantong semen/pasir,
pemberat baja dan lainlain.
Pemilihan beban yang akan digunakan tergantung dengan
distribusi
pembebanan yang diinginkan, besarnya total beban yang
dibutuhkan, dan
kemudahan pemindahannya.
c. Pengukuran.
Parameter yang biasanya diukur dalam "load test"
adalah lendutan, lebar
retak. dan regangan. Gambar 2 memperlihatkan aplikasi
beberapa jenis alat
ukur dalam "load test". Lebar retak yang terjadi
biasanya diukur dengan
mikroskop tangan yang dilengkapi dengan lampu dan
mempunyai lensa yang
diberi garis-garis berskala yang ketebalannya berbeda-beda
(gambar 3). Cara
pengukuran adalah dengan membandingkan lebar retak yang
terjadi, lewat
peneropongan dengan mikroskop dengan lebar garis-garis
berskala tersebut.
Pola retak-retak yang terjadi biasanya ditandai dengan
menggambarkan
garis-garis yang mengikuti pola retak yang ada dengan
menggunakan spidol
berwarna (diujung garis-garis tersebut dituliskan
imformasi mengenai tingkat
pembebanan dan lebar retak yang sudah terjadi).
3. 2. Uji Merusak
Uji merusak biasanya ditempuh jika pengujian ditempat
(in-situ) tidak
mungkin dilakukan atau jika tujuan utama pengujian adalah
mengetahui
kapasitas suatu bagian struktur yang nantinya akan
dijadikan sebagai acuan
dalam menilai bagian-bagian struktur lainnya yang identik
dengan bagian
yang diuji. Pengujian jenis ini biasanya memakan waktu dan
biaya yang
besar, terutama untuk pemindahan dan penggantian bagian
struktur yang
akan diuji dilaboratorium. Namun, walaupun begitu hasil
yang bisa diharapkan
dari pengujian jenis ini tergolong sangat akurat dan
informatif. Mengenai
teknik pelaksanaan dalam pengukuran untuk pengujian jenis
ini sama dengan
teknik-teknik yang sudah diuraikan sebelumnya.Sumber: http://ilmu-konstruksi.blogspot.com/2013/01/pengujian-struktur-beton-dengan-metode.html
Komentar
Posting Komentar